Pemilu Tahun 1955 Sampai Dengan 2009
Pemilihan Umum atau yang biasa disebut dengan PEMILU ini dilaksanakan selama 5
tahun,
Sepanjang
sejarah Republik Indonesia, telah terjadi 10 kali pemilu anggota DPR, DPD, dan
DPRD, yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan
2009.
Pemilu Indonesia 1955
Ini merupakan pemilu Indonesia yg pertama dlm sejarah
bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 thn. Kalau dikatakan
pemilu Indonesia merupakan syarat minimal bagi ada demokrasi, apakah berarti
selama 10 thn itu Indonesia benar-benar tak demokratis? tak mudah juga menjawab
pertaan tersebut.
yg jelas, sebetul sekitar tiga bulan stlkemerdekaan
dipro-klamasikan oleh Soekarno & Hatta pd 17 Agustus 1945, pemerin-tah
waktu itu sudah metakan keinginan untuk bisa menyele-nggarakan pemilu Indonesia
pd awal thn 1946. Hal itu dicantumkan dlm Maklumat X, atau Maklumat Wakil
Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yg berisi anjuran tentang
pembentukan par-tai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, pemilu
Indonesia untuk me-milih anggota DPR & MPR akan diselenggarakan bulan
Januari 1946. Kalau kemudian terta pemilu Indonesia pertama tersebut baru
terselenggara hampir sepuluh thn stlkemudian tentu bukan tanpa sebab.
Tetapi, berbeda dengan tujuan yg dimaksudkan oleh
Maklumat X, pemilu Indonesia 1955 dilakukan dua kali. yg pertama, pd 29
September 1955 untuk memlih anggota-anggota DPR. yg kedua, 15 Desember 1955
untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. dlm Maklumat X ha disebutkan
bahwa pemilu Indonesia yg akan diadakan Januari 1946 ialah untuk memilih angota
DPR & MPR, tak ada Konstituante.
Keterlambatan & “penyimpangan” tersebut bukan
tanpa sebab pula. Ada kendala yg bersumber dr dlm negeri & ada pula yg
berasal dr faktor luar negeri. Sumber penyebab dr dlm antara lain ketaksiapan
pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedia perangkat
perun&g-un&gan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu Indonesia maupun
akibat rendah stabilitas keamanan negara. & yg tak kalah penting, penyebab
dr dlm itu ialah sikap pemerintah yg enggan menyelenggarakan perkisaran
(sirkulasi) kekuasaan scr teratur & kompetitif. Penyebab dr luar antara
lain serbuan kekuatan asing yg mengharuskan negara ini terlibat peperangan.
tak terlaksana pemilu Indonesia pertama pd bulan
Januari 1946 seperti yg diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tak
disebabkan 2 (dua) hal :
1. Belum
siap pemerintah baru, termasuk dlm penyusunan perangkat UU Pemilu;
2. Belum
stabil kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik
yg ada pd waktu itu, apalagi pd saat yg sama gangguan dr luar juga masih
mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan
konsolidasi.
Namun, taklah berarti bahwa selama masa konsolidasi
kekuatan bangsa & perjuangan mengusir penjajah itu, pemerintah kemudian tak
berniat untuk menyelenggarakan pemilu. Ada indikasi kuat bahwa pemerintah pu
keinginan politik untuk menyelengga-rakan pemilu. Misal ialah dibentuk UU No.
UU No 27 thn 1948 tentang Pemilu, yg kemudian diubah dengan UU No. 12 thn 1949
tentang Pemilu. Di dlm UU No 12/1949 diamanatkan bahwa pemilihan umum yg akan
dilakukan ialah bertingkat (tak langsung). Sifat pemilihan tak langsung ini
didasarkan pd alasan bahwa mayoritas warganegara Indonesia pd waktu itu masih
buta huruf, sehingga kalau pemilihan langsung dikhawatirkan akan bak terjadi
distorsi.
Kemudian pd paroh kedua thn 1950, ketika Mohammad
Natsir dr Masyumi mjd Per&a Menteri, pemerintah memutuskan untuk menjadikan
pemilu sebagai program kabinet. Sejak itu pembahasan UU pemilu Indonesia mulai
dilakukan lagi, yg dilakukan oleh Panitia Sahardjo dr Kantor Panitia Pemilihan
Pusat sebelum kemudian dilanjutkan ke parlemen. pd waktu itu Indonesia kembali
mjd negara kesatuan, stlsejak 1949 mjd negara serikat dengan nama Republik
Indonesia Serikat (RIS).
Setelah Kabinet Natsir jatuh 6 bulan kemudian,
pembahasan RUU Pemilu dilanjutkan oleh pemerintahan Sukiman Wirjosandjojo, juga
dr Masyumi. Pemerintah ketika itu berupaya menyelenggarakan pemilu Indonesia
karena pasal 57 UUDS 1950 metakan bahwa anggota DPR dipilih oleh rakyat melalui
pemilihan umum.
Tetapi pemerintah Sukiman juga tak berhasil
menuntaskan pembahasan un&g-un&g pemilu Indonesia tersebut. Selanjut UU
ini baru selesai dibahas oleh parlemen pd masa pemerintahan Wilopo dr PNI pd
thn 1953. Maka lahirlah UU No. 7 thn 1953 tentang Pemilu. UU inilah yg mjd
payung hukum pemilu Indonesia 1955 yg diselenggarakan scr langsung, umum, bebas
& rahasia. Dengan demikian UU No. 27 thn 1948 tentang Pemilu yg diubah
dengan UU No. 12 thn 1949 yg mengadopsi pemilihan bertingkat (tak langsung)
bagi anggota DPR tak berlaku lagi.
Patut dicatat & dibanggakan bahwa pemilu Indonesia
yg pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur
& adil serta sangat demokratis. pemilu Indonesia 1955 bahkan mendapat
pujian dr berbagai pihak, termasuk dr negara-negara asing. pemilu Indonesia ini
diikuti oleh lebih 30-an partai politik & lebih dr seratus daftar kumpulan
& calon perorangan.
Pemilu Indonesia 1971
Pemilu
berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971.
Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai
politik.
Lima besar
dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai
Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun
1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan
Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya
dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi
Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pemilu Indonesia Orde Baru
(1977-1997)
Pemilu-Pemilu
berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu
ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini
seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan Fusi Partai
Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan
satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh
Golongan Karya.
Berikut
adalah tanggal-tanggal diadakannya pemungutan suara pada Pemilu periode ini.
1. 2 Mei
1977
Pemilihan
Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1977 diselenggarakan
secara serentak pada tanggal 2 Mei 1977 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I
Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode
1977-1982.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan
Karya (Golkar)
3. Partai
Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
2. 4 Mei
1982
Pemilihan
Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1982
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982 untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya)
se-Indonesia periode 1982-1987.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan
Karya (Golkar)
3. Partai
Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
3. 23 April
1987
Pemilihan
Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1987
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 23 April 1987 untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya)
se-Indonesia periode 1987-1992.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan
Karya (Golkar)
3. Partai
Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
4. 9 Juni
1992
Pemilihan
Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1992 diselenggarakan
secara serentak pada tanggal 9 Juni 1992 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I
Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode
1992-1997.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan
Karya (Golkar)
3. Partai
Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
5. 29 Mei
1997
Pemilihan
Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1997
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 29 Mei 1997 untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya)
se-Indonesia periode 1997-2002. Pemilihan Umum ini merupakan yang terakhir kali
diselenggarakan pada masa Orde Baru.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan
Karya (Golkar)
3. Partai
Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya. Pemilu ini
diwarnai oleh aksi golput oleh Megawati Soekarnoputri, yang tersingkir sebagai Ketua
Umum PDI yang tidak diakui rezim pemerintah waktu itu.
Pemilu Indonesia 1999
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah
runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya
pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti
oleh 48 partai politik.Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan
Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih
suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat
menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri,
melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat
itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi
karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD,
sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilihan
Umum ini diikuti oleh 48 partai politik:
1.
Partai
Indonesia Baru
2.
Partai
Kristen Nasional Indonesia
3.
Partai
Nasional Indonesia – Supeni
4.
Partai
Aliansi Demokrat Indonesia
5.
Partai
Kebangkitan Muslim Indonesia
6.
Partai Ummat
Islam
7.
Partai
Kebangkitan Ummat
8.
Partai
Masyumi Baru
9.
Partai
Persatuan Pembangunan
10.
Partai
Syarikat Islam Indonesia
11.
Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan
12.
Partai Abul
Yatama
13.
Partai
Kebangsaan Merdeka
14.
Partai
Demokrasi Kasih Bangsa
15.
Partai
Amanat Nasional
16.
Partai
Rakyat Demokratik
17.
Partai
Syarikat Islam Indonesia 1905
18.
Partai
Katolik Demokrat
19.
Partai
Pilihan Rakyat
20.
Partai
Rakyat Indonesia
21.
Partai
Politik Islam Indonesia Masyumi
22.
Partai Bulan
Bintang
23.
Partai
Solidaritas Pekerja
24.
Partai
Keadilan
25.
Partai
Nahdlatul Ummat
26.
Partai
Nasional Indonesia – Front Marhaenis
27.
Partai
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
28.
Partai
Republik
29.
Partai Islam
Demokrat
30.
Partai
Nasional Indonesia – Massa Marhaen
31.
Partai
Musyawarah Rakyat Banyak
32.
Partai
Demokrasi Indonesia
33.
Partai
Golongan Karya
34.
Partai
Persatuan
35.
Partai
Kebangkitan Bangsa
36.
Partai Uni
Demokrasi Indonesia
37.
Partai Buruh
Nasional
38.
Partai
Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
39.
Partai
Daulat Rakyat
40.
Partai Cinta
Damai
41.
Partai
Keadilan dan Persatuan
42.
Partai
Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
43.
Partai
Nasional Bangsa Indonesia
44.
Partai
Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
45.
Partai
Solidaritas Uni Nasional Indonesia
46.
Partai
Nasional Demokrat
47.
Partai Ummat
Muslimin Indonesia
48.
Partai
Pekerja Indonesia
Pemilu Indonesia 2004
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama
yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara
pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini,
rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan
wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui
Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden
tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang
dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden),
bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.
Pentahapan
Pemilu 2004
Pemilu ini
dibagi menjadi maksimal tiga tahap (minimal dua tahap):
� Tahap pertama (atau pemilu
legislatif”) adalah pemilu untuk memilih partai politik (untuk persyaratan
pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan
DPD. Tahap pertama ini dilaksanakan pada 5 April 2004.
� Tahap kedua (atau pemilu presiden
putaran pertama) adalah untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil
presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada 5 Juli 2004.
� Tahap ketiga (atau pemilu presiden
putaran kedua) adalah babak terakhir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap
kedua belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen
(Bila keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak
akan diikutsertakan pada Pemilu presiden putaran kedua. Akan tetapi, bila pada
Pemilu presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan suara
lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi
presiden dan wakil presiden). Tahap ketiga ini dilaksanakan pada 20 September
2004.
Pemilu
Legislatif 2004
Pemilu legislatif adalah tahap pertama dari rangkaian
tahapan Pemilu 2004. Pemilu legislatif ini diikuti 24 partai politik, dan telah
dilaksanakan pada 5 April 2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih partai
politik (sebagai persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan
menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Partai-partai politik yang memperoleh suara
lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calonnya
untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu pada Pemilu presiden putaran pertama.
Pemilu Indonesia 2009
Tahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum (pemilu)
untuk Indonesia. Pada tanggal 9 April, lebih dari 100 juta pemilih telah
memberikan suara mereka dalam pemilihan legislatif untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia sekali lagi
akan memberikan suara mereka untuk memilih presiden dan wakil presiden dalam
pemilihan langsung kedua sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun
1998. Jika tidak ada calon yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka
pemilihan babak kedua akan diadakan pada tanggal 8 September.
Hasil pemilihan anggota DPR pada tanggal 9 April tidak
banyak memberikan kejutan. Mayoritas masyarakat Indonesia sekali lagi
menunjukkan bahwa mereka lebih memilih partai nasional dibandingkan partai
keagamaan. Tiga partai yang mendapatkan jumlah suara terbanyak bukan merupakan
partai keagamaan dan mereka adalah Partai Demokrat (PD) dengan 20,8 persen
perolehan suara, Golkar dengan 14,45 persen perolehan suara, dan Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan 14,03 persen perolehan suara.
Empat partai Islam – Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional,
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Nasional (PKB)
masing-masing hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01 persen; 5,32 persen; dan 4,94
persen suara. Dua partai lainnya (Gerindra dan Hanura), yang juga bukan
merupakan partai agama, memperoleh 4,46 persen dan 3,77 persen suara.
Pemilu tanggal 9 April juga mengurangi jumlah partai
yang duduk di DPR. Hanya sembilan partai yang disebutkan di atas yang
mendapatkan kursi di DPR. Sementara 29 partai lainnya gagal mencapai ketentuan
minimum perolehan suara pemilu sebesar 2,5 persen dan tidak mendapatkan kursi
di DPR. Hal ini diharapkan mengurangi jumlah partai politik yang akan bersaing
untuk pemilu tahun 2014.
Namun dalam hal kualitas pengelolaan pemilu, pemilu April jauh lebih
buruk dibandingkan dengan pemilu tahun 1999 dan 2004. Sebagai contoh, jutaan
pemberi suara tidak dapat menggunakan hak pilih mereka karena nama mereka tidak
terdaftar. Masalah juga ditemukan dalam proses penghitungan suara. Komisi
Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa sepenuhnya disalahkan dalam hal ini. DPR juga
harus bertanggung jawab dalam memilih anggota KPU yang tidak memiliki
kompetensi. Penting untuk dicatat bahwa pengelolaan pemilu 2009 yang tidak baik
juga disebabkan semakin berkurangnya keterlibatan donor asing dalam membantu
proses pelaksanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar